Rabu, 14 April 2010

Jihad fii Sabilillah

Manggapai kejayaan Islam dan kaum muslimin dengan Jihad fii Sabilillah


Perkembangan zaman yang begitu pesat seakan menyihir manusia untuk berlomba mangejar dunia dan segala sesuatu yang menghiasinya. Bahkan seluruh waktu manusia dihabiskan untuk mencari dunia dan nyaris tak disisakan sedikitpun untuk akhirat mareka. Padahal kehidupan di dunia hanyalah fana dan sementara yang akhir kehidupan mereka adalah akhirat yang kekal abadi. Betapa di akhirat nanti banyak manusia akan merasa kecewa dengan amal perbuatan yang telah mereka kerjakan di dunia yang tidak membawa kebaikan pada akhirat mereka. Oleh karena itu sudah semestinya kita sebagai orang yang beriman tidak terlalu dipusingkan dunia, tetapi lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Syariat Islam yang mulai ditinggalkan oleh kaum muslimin adalah Jihad fii sabilillah. Banyak sekali kita dengar dari orang-orang yang dangkal ilmunya bahwa jihad identik dengan kekerasan, melangar HAM, memaksakan kehendak, dan lain-lain, sehingga tidak sedikit kaum muslimin yang terpengaruh dan enggan melaksanakan perjuangan demi tegaknya agama Alloh dimuka bumi ini, kecuali sebagian orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh SWT. Disamping itu peran media yang begitu besar untuk mengecilkan makna jihad dengan makna yang tidak semestinya.

Menurut al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Asqalani (yang terkenal dengan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, wafat th. 852 H) rahimahullahu: “Jihad menurut syar’i adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir.” Pengertian ini menunjukkan bahwa jihad merupakan usaha untuk memerangi orang-orang kafir yang bertujuan untuk menegakkan agama Alloh di muka bumi, sehingga semua manusia mentauhidkan Alloh dalam beribadah.

Perlu kita semua sadari bahwa Jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya, meninggalkan jihad merupakan pintu mendapatkan kehinaan dari Alloh SWT, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih berikut ini: Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasululloh bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR Abu Daud). Dari hadist ini dijelaskan bahwa ketika manusia sudah terpedaya dengan dunia baik perdagangan, peternakan atau pertanian dan meninggalkan jihad, maka Alloh akan menimpakan kehinaan bagi manusia.

Syariat Jihad adalah perintah Alloh SWT yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Alloh SWT berfirman "Dan diwajibkan atas kamu berperang,padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,padahal itu baik bagimu,dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu.Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 216).

Ibnu Taimiyah menyatakan: Tidak diragukan lagi bahwa jihad dan melawan orang yang menyelisihi para rasul dan mengarahkan pedang syariat kepada mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban disebabkan pernyataan mereka untuk menolong para nabi dan rasul dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang mengambilnya sehingga dengan demikian orang-orang yang menyimpang menjadi jera, termasuk amalan yang paling utama yang Allah perintahkan kepada kita untuk menjadikannya ibadah mendekatkan diri kepadaNya.

Menurut Syeikh Islam Ibnu Taimiyah, maksud tujuan jihad adalah untuk meninggikan kalimat Allah dan menjadikan agama seluruhnya hanya untuk Allah. Hal tersebut sesuai dengan Firman Alloh SWT: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193). Juga dalam surat Al Anfal: “Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (QS. Al-Anfal: 39). Dalam sebuah hadist, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan memerangi manusia hingga bersaksi dengan syahadatain, menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah berbuat demikian maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku kecuali dengan hak islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah. (Muttafaqun Alaihi).

Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan bahwa Jihad hukumnya wajib dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman sebagai realisasi perintah Alloh SWT dengan maksud tujuan untuk menegakkan kalimatulloh dimuka bumi, menjaga eksistensi dinul Islam dan penerapan syari’at Islam pada semua sisi kehidupan manusia. Jihad juga merupakan amalan yang dicintai olah Alloh SWT. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim ari shohabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Amal apa yang paling utama?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Shalat pada waktunya.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad fii sabiilil-laah.’”

Perjalanan perjuangan menegakkan agama Alloh dengan jalan Jihad fi sabilillah di dimuka bumi ini penuh dengan rintangan, onak dan duri, sehingga perlu persiapan ilmu, amal dan keikhlasan. Hal ini dikarenakan tanpa adanya keikhlasan, semua amal akan sia-sia, termasuk Jihad fii Sabilillah. Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang berperang karena mengharap ghani-mah (harta rampasan perang), ada yang lain berperang supaya disebut namanya, dan yang lain berperang supaya dapat dilihat kedudukannya, siapakah yang dimaksud berperang di jalan Allah?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah tinggi, maka ia fii sabiilillaah (di jalan Allah).” (HR. Al-Bukhari). Oleh sebab itu setiap muslim yang telah berkomitmen untuk berjuang di jalan Alloh harus memegang teguh keyakinannya dan menjaga kelurusan niatnya.


Referensi:

1. Al Qur’anul Karim dan terjemahannya

2. Fat-hul Baari (VI/3) oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.

3. Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar